Kamis, 09 Juni 2016

laporan praktikum respirasi

Praktikum Respirasi
I. Tujuan Percobaan

1. Mempelajari pernapasan hewan
2. Melihat faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigen pada hewan pada saat pernapasan

II. Dasar Teori
Insecta (Serangga) bernapas dengan menggunakan tabung udara yang disebut trakea. Udara keluar masuk ke pembuluh trakea melalui lubang-lubang kecil pada eksoskeleton yang disebut stigma atau spirakel. Stigma dilengkapi dengan bulu-bulu untuk menyaring debu. Stigma dapat terbuka dan tertutup karena adanya katup-katup yang di atur oleh otot. Tabung trakea bercabang-cabang ke seluruh tubuh. Cabang terkecil berujung buntu dan berukuran kurang lebih 0,1 nano meter. Cabang ini disebut trakeolus (berisi udara dan cairan). Oksigen larut dalam cairan ini kemudian berdifusi ke dalam sel-sel di dekatnya. Jadi, pada Insecta, oksigen tidak diedarkan melalui darah, tetapi melalui trakea.
Faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain adalah temperatur suhu cuaca. Jika temperatur suhu cuacanya tidak teratur bisa mempengaruhi laju konsumsi oksigen semakin banyak atau tidaknya. Faktor spesies hewan, jika menguji pernapasan pada hewan yang lebih besar pasti membutuhkan lebih banyak laju mengkonsumsi oksigen. Faktor ukuran badan, jika hewan berukuran kecil pasti tidak banyak membutuhkan oksigen dan jika ukuran badan hewannya besar pasti membutuhkan oksigen yang banyak. Dan faktor aktivitasnya, semua makhluk hidup jika aktivitasnya banyak pasti membutuhkan banyak oksigen juga sama seperti halnya pada hewan jangkrik .
Serangga mempunyai alat pernapasan khusus berupa system trachea yang berfungsi untuk mengengkut dan mngedarkan O2 ke seluruh tubuh serta mengangkut dan mengeluarkan CO2 dari tubuh. Trachea memanjang dan bercabang-cabang menjadi saluran hawa halus yang masuk ke seluruh jaringan tubuh oleh karena itu, pengangkutan O2 dan CO2 dalam system ini tidak membutuhkan bantuan sitem transportasi atau darah.
Udara masuk dan keluar melalui stigma, yaitu lubang kecil yang terdapat di kanan-kiri tubuhnya. Selanjutnya dari stigama, udara masuk ke pembuluh trachea yang memanjang dan sebagian ke kantung hawa. Pada serangga bertubuh besar terjadinya pengeluaran gas sisa pernafasan terjadi karena adanya pengaruh kontraksi otot-otot tubuh yang bergerak secara teratur.
Metode Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan banyaknya oksigen yang terlarut di dalam air. Dalam metode ini, kadar Oksigen dalam air ditentukan dengan cara titrasi. Titrasi merupakan penambahan suatu larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar) ke dalam larutan lain yang tidak diketahui konsentrasinya secara bertahap sampai terjadi kesetimbangan. Dengan metode Wingkler, kita dapat mengetahui banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh hewan air seperti ikan.
Respirometer Scholander digunakan untuk mengukur laju konsumsi oksigen hewan-hewan seperti katak atau mencit. Alat ini terdiri atas syringe, manometer,tabung spesimen, dan tabung kontrol.

III. Alat dan Bahan
1. Respirometer sederhana
2. 3 ekor jangkrik
3. Timbangan
4. Kapas
5. Kristal NaOH 6. Pipet
7. Eosin
8. Vaselin

Cara kerja


Siapkan alat dan bahan dan susunlah instrumen seperti gambar di atas, caranya sebagai berikut:





  • Bungkus Kristal KOH/NaOH dengan kapas, kemudian masukkan ke dalam tabung respirometer

    1. Kemudian masukkan jangkrik yang sudah ditimbang ke dalam tabung respirometer
    2. Tutup tabung respirometer kemudian sambungan penutupnya diberi plastisin agar tidak ada udara yang masuk dan keluar
    3. Tetesi eosin pada ujung pipa respirometer dengan menggunakan pipet tetes secukupnya
    4. Ukur pergerakan eosin dengan menggunakan stopwatch secara berkala (2 menit, 4 menit, 6 menit, 8 menit, 10 menit)

    a. Membungkus Kristal NaOH dengan kapas atau tissue, lalu memasukkan dalam
    tabung respirometer.
    b. Memasukkan jangkrik yang telah ditimbang beratnya ke dalam botol
    respirometer, kemudian menutup dengan pipa berskala.
    c. Mengoleskan vaselin pada celah penutup tabung.
    d. Menutup ujung pipa berskala dengan jari kurang lebih 1 menit, kemudian
    melepaskan dan memasukkan setetes eosin dengan menggunakan pipet.
    e Mengamati dan mencatat perubahan kedudukan eosin pada pipa berskala setiap 2
    menit selama 10 menit.
    f. Melakukan percobaan yang sama (langkah a sampai dengan e) menggunakan
    jangkrik lainnya dengan ukuran yang berbeda.
    V. Hasil Pengamatan
    No. Berat tubuh jangkrik Skala Kedudukan Eosin (mL)
    2 menit 4 menit 6 menit 8 menit 10 menit
    1 0,6 gram 0,40 0,69 0,85 - -
    2 0,8 gram 0,46 0,74 - - -
    3 0,8 gram 0,30 0,50 0,66 0,77 0,88
     Rata-rata kecepatan pernapasan jangkrik ke 1 = (0,40+0,69+0,85) : 3
    = 0,64 ml/2menit = 0,32 ml/menit
     Rata-rata kecepatan pernapasan jangkrik ke 2 = (0,46+0,74) : 2
    = 0,60 ml/2menit = 0,30 ml/menit
     Rata-rata kecepatan pernapasan jangkrik ke 3 = (0,30+0,50+0,66+0,77+0,88) : 5
    = 0,622 ml/2menit = 0,311 ml/menit

    Pembahasan:

    Dalam teori, berat badan jangkrik mempengaruhi laju pernapasan jangkrik. Semakin berat jangkrik semakin cepat pula laju pernapasannya. Namun dalam percobaan yang kami lakukan, pada jangkrik ke 2 dan ke 3 yang memiliki berat sama besar yaitu 0,8 gram, laju pernapasan jangkrik ke 3 sampai skala 0,88 pada menit ke 10, sedangkan jangkrik ke 2 yang beratnya sama justru telah sampai skala 0,74 pada menit ke 6. Sedangkan jangkrik pertama yang beratnya paling ringan justru laju pernapasannya lebih cepat dari jangkrik ke 3, yaitu melampaui batas skala pada menit ke 6. Hal ini mungkin disebabkan karena aktivitas jangkrik yang berbeda. Dari yang kami amati saat percobaan, jangkrik ke 2 lebih aktif daripada jangkrik ke 3. Ini membuktikan bahwa aktivitas juga mempengaruhi laju pernapasan.



    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar